PANGKALPINANG, Lintasbabel.iNews.id - Dinamika politik menuju kontestasi elektoral 2024 kian riuh. Pasca riuhnya teriakan nada sumbang tentang ide “inkonstitusional” penambahan periode presiden (tiga periode), libido kekuasaan terus diperbincangkan bahkan hingga level desa.
Terbaru, pada 17 Januari 2023, para Kepala Desa (Kades) melakukan demonstrasi di depan Gedung DPR RI untuk menuntut agar UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa direvisi.
Dengan dalih stabilitas dan keberlanjutan pembangunan, serta menghemat biaya politik yang lebih efisien di desa, usulan ini masih terlalu banal untuk disepakati dalam kerangka demokrasi.
Selain perpanjangan masa jabatan, para kades juga menuntut kenaikan gaji dan tunjangan kepala desa serta perangkat desa yang bersumber dari APBN (dana desa).
Merespon wacana tersebut, DPC GMNI Bangka secara tegas berpandangan bahwa usulan ini mengangkangi kepentingan rakyat.
"Secara politis, seharusnya langkah yang dilakukan ialah efisiensi kerja Kades selama periode waktu 6 tahun, bukannya mengemis "waktu tambahan" yang tidak bergaransi pada kesejahteraan politik dan ekonomi," kata Hery Alamsyah, Kamis (19/1/2023).
Perpanjangan ini, kata Hery justru melanggengkan penghisapan para "raja kecil" di tingkat desa maupun daerah.
"Belum lagi soal dinasti politik yang berpeluang semakin subur serta didukung dengan kultur politik yang kental dengan nepotisme," katanya.
Berikutnya, wacana ini justru menjadi ajang penjaringan simpati bagi para legislator dan pemerintah yang memiliki kepentingan politik praktis menuju kontestasi elektoral 2024. Pemerintah dan DPR RI telah menetapkan 39 RUU program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas untuk tahun 2023 dan RUU Desa tidak termasuk dalam daftar.
"Terakhir, libido kekuasaan semacam ini dapat menjadi angin segar bagi ide-ide inkonstitusional lainnya yang menipu rakyat dengan dalih "demi bangsa dan negara". Amanat penderitaan rakyat (Ampera) yang kita perjuangkan dengan keringat, tangis dan darah haruslah sejalan dengan ide mengenai pembatasan kekuasaan," ujarnya.
"Maka jika kita masih setia pada Ampera, kita harus konsisten menolak setiap ide terkait penambahan waktu berkuasa bagi siapapun dengan alasan apapun guna merealisasikan iradat "sama rata, sama rasa", bukannya "sama ratap, sama tangis"," katanya lagi.
Editor : Muri Setiawan