PANGKALPINANG, Lintasbabel.iNews.id - Gas air mata merupakan salah satu senjata andalan aparat keamanan dalam mengendalikan kerusuhan. Senjata ini pertama kali diperkenalkan oleh pasukan Perancis dalam perang perbatasan melawan Jerman pada tahun 1914.
Sejauh ini belum ditemukan catatan detail tentang penemuan gas air mata. Senjata kimia berbentuk gas ini merupakan kreasi dari para ahli kimia Perancis dimasa peralihan abad ke-20.
Dalam perang konvensional, tentara sering membangun parit perlindungan atau bunker tersembunyi sehingga sulit ditembak, demikian juga yang dilakukan tentara Jerman dalam perang 1914 melawan Perancis. Untuk memaksa musuh keluar dari perlindungannya, prajurit Perancis menembakkan granat air mata yang mengeluarkan asap putih pekat dan bau menyengat serta membuat kulit terasa terbakar dan mata perih.
Serangan gas air mata ini juga membuat pandangan musuh terhalang kabut asap dan mengganggu konsentrasi musuh sehingga memudahkan untuk dilumpuhkan.
Gas air mata memiliki kandungan senyawa kimia berupa chloroaceptohenone (CN), chlorobenzylidenemalononitrile (CS), cloropicrin (PS), bromobenzylcyanide (CA), dan dibenzoxapine (CR). Komposisi kimiawi ini dirancang untuk menimbukan iritasi sementara pada mata, mulut, hidung, kerongkongan, paru-paru dan kulit.
Paparan secara berlebihan dalam tempo yang cukup lama dapat menimbulkan kerusakan fatal pada penglihatan (buta) serta bisa memicu gagal jantung dan gagal nafas bagi pengidap penyakit tertentu seperti asma dan jantung.
Penggunaan gas air mata sangat efektif untuk membubarkan kerumunan yang tidak terkendali. Apalagi dampak gas air mata ini dapat berlangsung berjam-jam sejak pertama kali ditembakkan di tempat terbuka sekalipun, tergantung juga pada kondisi hembusan angin.
Dimasa demokrasi seperti saat ini dimana unjuk rasa yang berujung pada aksi anarkis dan vandalisme acapkali terjadi, gas air mata menjadi salah satu senjata andalan petugas keamanan disamping penggunaan water canon, anjing K-9, maupun peralatan lain.
Didalam aksi-aksi semi militer dan militer, senjata ini juga masih digunakan terutama dalam aksi yang bersifat pengrebegan yang perlu diawali dengan tindakan yang mengganggu konsentrasi dan visibilitas objek yang ingin disergap.
Editor : Muri Setiawan