PANGKALPINANG, lintasbabel.id - Hormen warga Dusun Mudel, saksi sidang kasus dugaan pemalsuan surat tanah di Desa Air Anyir, Kecamatan Merawang, Kabupaten Bangka, mengaku tak pernah menandatangani Surat Keterangan Hak Usaha Atas Tanah (SKHUAT) Nomor 40 Tahun 1996 milik terdakwa Bastian Zulkifli. Hal tersebut terungkap dalam fakta persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Pangkalpinang, Kamis (14/7/2022).
SKHUAT Nomor 40 Tahun 1996 tersebut, dijadikan dasar terdakwa Bastian Zulkifli mengklaim lahan yang kini dimiliki pihak PT BCM tersebut, sebagai lahan miliknya. Bastian dilaporkan pihak PT BCM ke polisi, hingga kasusnya bergulir ke meja hijau.
"Pada Tahun 2017 Bastian datang ke Pantai Pukan di warung saya, dia menunjukan surat tanah SKHUAT Nomor 40 Tahun 1996 ke saya. Setelah saya lihat saya bertanya pada Bastian kok ada nama saya di sini. Waktu itu dia gak jawab apa-apa. Waktu itu saya sendirian. Pak Bastiannya langsung pulang begitu saja," kata saksi Hormen, di muka persidangan.
Menurut Hormen, dirinya memang pernah bekerja di kebun milik Bastian pada rentang waktu tahun 90 an. Namun dirinya dengan tegas menyatakan tidak pernah menandatangani SKHUAT Nomor 40 Tahun 1996.
"Tidak pernah saya menandatangani SKHUAT Nomor 40 Tahun 1996 itu. Yang membuat surat itu siapa juga tidak tahu. Saya yakin tidak menandatangani surat itu," ujarnya.
Keterangan saksi Hormen, dibantah terdakwa Bastian Zulkifli. Ia mengaku tidak pernah datang mendatangi saksi sebagaimana yang diterangkannya di persidangan.
"Kenapa saksi mengatakan saya datang ke warung membawa SKHUAT. Itu tidak pernah terjadi, saya keberatan. Saya tidak pernah datang ke sana," kata Bastian.
Tak hanya Hormen, Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga menghadirkan tiga orang saksi lainnya, dalam sidang lanjutan perkara tersebut, salah satu mantan Kepala Dusu Mudel yakni Mustar Tani.
Mustar mengaku pernah disodori terdakwa Bastian tiga surat untuk ditandatangani, diantarnya SKHUAT Nomor 40 Tahun 1996.
"Waktu itu Bastian datang ke rumah saya pada 7 Februari 2016 sekitar jam 2 siang, minta tanda tangan surat. Pak Bastian minta tanda tangan surat rumah dan kebun. Tapi surat ini (SKHUAT Nomor 40 Tahun 1996) tidak saya tandatangani, tapi kata Bastian itu hanya syarat pembuatan sertifikat rumah dan sertifikat kebun, jadi saya tandatangani. Jadi memang betul surat tersebut saya tandatangai Tahun 2016," kata Mustar.
Mantan Kepala Dusun Mudel yang menjabat sejak tahun 1981 hingga 1999 itu, telah mencatat peristiwa di mana ia didatangi Bastian serta diminta untuk menanda tangani surat tersebut.
"Awal mulanya saya ragu untuk menandatangi, namun pak Bastian minta tolong ditanda tangani, untuk menerbitkan sertifikat. Saya lihat disitu semua suda menanda tangani termasuk dua pejabat pemerintah, maka saya tanda tangani. Pak Bastian pulang saya ingat kasus pak kades yang masuk penjara, jadi saya catat di buku hari dan jam di mana saya menandatangani surat tersebut," kata Mustari sembari menunjukkan buku catatannya kepada Ketua Majelis Hakim Mulyadi.
Saksi juga membantah pernyataan terdakwa Bastian, yang menyebutkan terdakwa pernah datang ke rumah saksi di Tahun 1996, untuk minta menandatangi SKHUAT tersebut.
Atas keterangan saksi tersebut, terdakwa Bastian tidak keberatan. "Bagaimana terdakwa Bastian, apakah keberatan dengan keterangan saksi Mustar Tani?," ujar Hakim Ketua.
" Tidak ada keberatan," kata Bastian.
Sehari sebelumnya, JPU juga menghadirkan empat orang saksi dari pihak pelapor, sehingga delapan orang saksi telah memberikan keterangannya di PN Pangkalpinang. Sidang akan dilanjutkan dengan agenda yang sama pada Senin 18 Juli 2022.
"Hari Senin sidang dilanjutkan kembali. Agendanya masih saksi-saksi, masih ada 11 orang saksi termasuk saksi ahli," ucap JPU Iqbal.
Bastian didakwa Pasal 263 Ayat (1) dan Pasal 266 tentang pemalsuan dan penggunaan surat palsu dengan ancaman maksimal lima tahun.
Editor : Haryanto