BANGKA BARAT, Lintasbabel.iNews.id - Polemik rencana perkebunan sawit, di Desa Air Nyatoh, Kecamatan Simpang Teritip, Bangka Barat (Babar), Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) terus berlanjut dan belum menemui titik terang.
Sejumlah warga yang mendukung perkebunan sawit di Desa Air Nyatoh, Kecamatan Simpang Teritip, Bangka Barat. Foto: Lintasbabel.iNews.id/ Oma.
Sejumlah pertemuan antara warga yang menolak dan warga yang setuju sudah berulang kali dilakukan, mulai dari Kantor Desa hingga Kantor Camat setempat.
Diketahui perkebunan sawit dengan luas 60 hektare itu, rencananya akan dikelola 30 orang dengan sumber dana dari seorang pengusaha dari Sungailiat, Kabupaten Bangka.
Namun mendapatkan protes dari sejumlah warga, lantaran pada surat perjanjian yang ditandatangani oleh Kepala Desa, Suratno, Ketua Kelompok Tani Sawit, Rezki Kurniawan dan Perwakilan Pengusaha, Agus. Dianggap warga mengarah pada niat penguasaan lahan secara tidak langsung oleh pengusaha.
Adapun poin yang diprotes warga berbunyi, 'Apabila kelompok tani sawit tidak bisa mengembalikan pinjaman kepada pihak swasta, maka kelompok tani wajib menyerahkan lahan kebun sawit tersebut kepada pihak swasta sebagai pembayaran atas pinjaman'.
'Apabila kelompok tani sudah menyerahkan lahan kebun sawit kepada pihak swasta sebagaimana dimaksud, maka lahan dan kebun sawit tersebut sepenuhnya menjadi hak milik pihak swasta dan masing-masing pihak tidak ada lagi tuntutan dikemudian hari'.
Namun informasi terakhir, poin keberatan warga itu telah direvisi dan saat ini sedang dilakukan pembahasan antara warga yang setuju dengan yang tidak setuju serta dari Pemerintah Desa.
"Hari ini kita kumpulan untuk menentukan rapat selanjutnya, terkait revisi surat keputusan itu. Ini kebun biasa, tindak lanjuti kita akan rapat lagi dengan desa, akan mengadakan perjanjian pernyataan yang harus disepakati itu," kata Kepala Desa Air Nyatoh, Suratno, pada Senin (27/5/2024).
Sementara itu, salah satu perwakilan dari 30 orang yang setuju perkebunan sawit, Reza mengatakan pihaknya melibatkan pengusaha luar, karena tidak memiliki biaya berkebun secara mandiri.
"Kebun yang kita urus itu dua hektare satu orang, sedangkan yang selalu menghadang kita itu juga ada kebun, satu orangnya sampai lima hektare, kita yang di permasalahan cuma dua hektare," ucapnya, Senin (27/5/2024).
"Kita sama-sama mau bekerja dan makan, kita emang niat berkebun, bukan jual lahan, nanti kita juga yang bekerja di sana, mupuk, manen dan nanam sawit," kata Reza kepada awak media.
Reza mengatakan, untuk biaya pengolahan sawit belum diketahui membutuhkan berapa banyak, namun akan disediakan pengusaha yang nantinya akan dipotong setelah panen.
"Kita dapat modal, nanti dari hasil panen baru dipotong, sampai lunas, nantinya kembali ke kita lagi. Kalau (besaran) biaya kita belum tahu, karena belum digarap. Kalau bantuannya dapat bibit, pupuk. Kita pengen lancar tanpa ada kendala lah," ujarnya.
Sementara itu, salah satu warga yang identitasnya sengaja dirahasiakan meminta aktivitas pembukaan lahan perkebunan sawit dihentikan, sebelum ada persetujuan antara kedua belah pihak.
"Kita minta PC (ekskavator) di lahan itu, ditarik keluar dulu, sebelum ada kesepakatan yang jelas," ucapnya.
Editor : Muri Setiawan