get app
inews
Aa Text
Read Next : Voting Caketum PP Muhammadiyah: Haedar Nashir Raih Suara Tertinggi

Milad ke-109 Muhammadiyah, Haedar Nashir : Utamakan Kepentingan Negara di Atas Kroni

Kamis, 18 November 2021 | 14:32 WIB
header img
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir menyampaikan pidato dalam Resepsi Milad ke-109 Muhammadiyah. (FOTO/TANGKAPAN LAYAR YOUTUBE SETPRES)

JAKARTA, lintasbabel.id - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir menyampaikan pidato dalam Resepsi Milad ke-109 Muhammadiyah. Ia optimistis, pandemi Covid-19 bisa diselesaikan jika semua pihak bersatu dan tidak bercerai-berai.

"Pandemi dan masalah negeri dapat diselesaikan secara simultan jika semua pihak bersatu dalam bingkai Indonesia milik bersama. Syaratnya tumbuhkan sikap mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kehendak diri, kroni, golongan, dan kepentingan sendiri-sendiri," katanya, Kamis (18/11/2021).

Haedar menuturkan, Indonesia akan gagal bangkit dan maju manakala para pihak bercerai-berai dan silang-sengketa dalam keangkuhan ananiyah-hizbiyah atau egoisme kelompok. Indonesia, katanya, harus dibawa maju bersama dalam semangat persatuan Indonesia dan kepribadian bangsa.

"Kemajuan dan keunggulan Indonesia haruslah memiliki fondasi yang kokoh berlandaskan konstitusi, dasar negara Pancasila, serta nilai-nilai luhur agama dan kebudayaan yang hidup dan mendarah-daging dalam jati diri bangsa. Modal ruhaniahnya ialah kesungguhan dan benih kebaikan," tuturnya.

Haedar menyampaikan, kunci menghadapi pandemi dan menyelesaikan masalah negeri ialah tekad dan kesungguhan yang kuat disertai ketulusan, kejujuran, keterpercayaan, kecerdasan, keseksamaan, serta langkah-langkah tersistem yang terfokus pada mencari solusi, seraya menghindari sikap dan langkah yang serampangan, tidak prioritas, kontraproduksi, dan kegaduhan.

"Sungguh tidak ada kekuatan yang akan mampu menyelesaikan persoalan-persoalan bangsa yang berat secara sendirian. Semua pihak berkiprah proaktif dalam kebersamaan, termasuk peran TNI dan Polri sebagai pilar penting negara," ucapnya.

Haedar berujar bagi kaum muslimin Indonesia sebagai mayoritas di negeri ini terdapat tuntutan dan tantangan untuk menjadi kekuatan pencerdas, pencerah, pendamai, dan pembawa kemajuan yang bersendikan ajaran Islam yang rahmatan lil-'alamin. Umat Islam Indonesia harus tampil sebagai uswah hasanah (teladan terbaik) dan khaira ummah (umat terbaik) yang unggul berkemajuan.

Lebih lanjut, Haedar mengatakan, pandemi ini masalah bersama yang niscaya menjadi ibrah dan hikmah yang menumbuhkan pandangan dan sikap luhur berbasis nilai-nilai utama (al-qiyam al-fadlilah). Di antara nilai-nilai utama yang niscaya dikembangkan ialah nilai tauhid prokemanusiaan, nilai pemuliaan manusia, nilai persaudaraan dan kebersamaan, nilai kasih sayang, nilai tengahan, nilai kesungguhan berikhtiar, nilai keilmuan, serta nilai kemajuan.

"Dari musibah Covid-19 dapat dipetik hikmah untuk menguatkan keyakinan tauhid kaum beriman bahwa segala sesuatu di alam semesta ini absolut dalam kekuasan Allah. Hidup dan mati dengan segala siklusnya berada dalam genggaman-Nya. Manusia sungguh kecil dan tak berdaya. Maka tegak luruskan pengabdian kepada Allah seraya cerahkan akal budi untuk mencerahkan kehidupan," katanya.

Bertauhid meniscayakan kepedulian pada persoalan kemanusiaan, termasuk menyelamatkan jiwa manusia. Tauhid ajaran multidimensi, baik vertikal dalam hubungan dengan Allah maupun horizontal dalam relasi kemanusiaan dan alam semesta. Itulah, kata Haedar, kredo tauhid yang melahirkan ihsan kepada kemanusiaan dan rahmat bagi semesta alam.

Haedar melanjutkan, pandemi Covid-19 memberikan arti pentingnya memuliakan manusia. Jiwa manusia agar dihargai dan diselamatkan, sebaliknya jangan disia-siakan dan direndahkan. Manusia dengan seluruh dimensinya mesti diletakkan dalam ruang metafisika dan kosmologi kehidupan yang utuh, bermakna, dan multidimensi. Manusia jangan dianggap raga indrawi semata.

"Islam menempatkan manusia fi ahsan at-taqwim, makhluk sebaik-baik ciptaan Tuhan. Karenanya manusia sendiri haruslah bermartabat, serta jangan saling menghinakan dan menganut paham yang merendahkan," tuturnya.

Haedar menyebut pandemi sebagai masalah bersama. Setiap orang tidak bisa egois dan merasa bebas dari wabah. Diperlukan jiwa bersaudara dan kebersamaan dalam menghadapinya. Pandemi juga mengajarkan untuk memiliki sikap welas asih atau kasih sayang dengan sesama.

"Islam mengajarkan tarahum atau cinta kasih yang lahir dari nilai ihsan, ukhuwah, silaturahmi, dan ta'awun dalam wujud kepeduliaan, empati, simpati, kerjasama, dan kebersamaan. Jika tidak mau membantu sesama jangan bertindak semaunya. Jika tidak dapat memberi solusi atas masalah yang dihadapi, jangan menjadi bagian dari masalah dan menambah masalah," katanya.

Muhammadiyah, lanjut Haedar, dalam menghadapi pandemi Covid-19 maupun berbangsa-bernegara mengembangkan wasathiyah atau sikap tengahan, yakni pandangan yang adil dan tidak radikal-ekstrem. Muhammadiyah berusaha mengembangkan nilai wasathiyah yang memiliki prinsip dan autentik, tanpa merasa paling moderat.

Moderasi dan usaha melawan radikal-esktrem dalam pandangan Muhammadiyah haruslah ditegakkan secara moderat untuk semua aspek, jangan sampai atas nama moderat dan moderasi membenarkan "apa saja" dan menjurus pada hal-hal yang ekstrem (ghuluw atau tatarruf).

Usaha mengatasi pandemi merupakan komitmen dan tanggungjawab bersama. Konsistensi melaksanakan kebijakan oleh pemerintah, disiplin menjalankan protokol kesehatan oleh seluruh warga, melakukan vaksinasi, dan berbagai langkah lainnya merupakan keniscayaan dalam mengatasi pandemi ini.

Haedar juga mengatakan pandemi meniscayakan pentingnya manusia bersandar pada ilmu. Para ahli epidemiologi, ahli virus, kedokteran, ahli vaksin, dan para ilmuwan lainnya telah memberi sumbangan berharga dalam memahami dan menghadapi virus Corona yang mengguncang dunia ini. "Ilmu pemgetahuan dan teknologi penting disertai hikmah agar tidak mengarah pada keangkuhan ilmuwan dan absolutisme kebenaran," katanya.

Terakhir, Haedar mengungkapkan bahwa pandemi ini meniscayakan manusia untuk belajar memahami masalah secara mendalam dan luas serta membangkitkan diri untuk maju pascamusibah. Musibah boleh jadi merupakan cara Tuhan agar manusia terus mengungkap rahasia ciptaan-Nya yang sangat luas dan tak terbatas, bersyukur atas segala nikmat-Nya, serta mengakui Kemahakuasaaan-Nya.

"Di sinilah pentingnya membangkitkan nilai dan etos kemajuan bagi seluruh manusia atas musibah yang mewabah di seluruh dunia ini," katanya.
 

Editor : Muri Setiawan

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut